Sabtu, 31 Juli 2010

berbeda dengan novel grafis nya

Versi film V for Vendetta yang digarap oleh Wachowski bersaudara mulai banyak disoroti oleh para penggemar versi novel grafis V for Vendetta, pasalnya mereka melihat terdapat banyak ketidak samaan yang mencolok antara versi film dengan versi novel grafisnya (versi orisinil).
Hal ini juga ikut disoroti oleh Alan Moore sendiri sang pencipta V for Vendetta, bahkan ia sempat mengatakan bahwa "versi film dari V for Vendetta adalah sampah".
Mereka mengatakan bahwa banyak hal yang tidak diangkat oleh film yang sesungguhnya hal tersebut mencerminkan karakter sesungguhnya dari V ini sendiri.
Alasannya tambah mereka, Wachowski bersaudara tampaknya sengaja untuk tidak mengetengahkan apa yang secara eksplisit diangkat oleh Alan Moore, V yang dalam versi grafis menceritakan tentang seorang anarkis yang menentang pemerintah saat itu mengajarkan tentang bagaimana sebuah masyarakat tidak seharusnya dikuasai oleh sekelompok orang saja yang mencekokkan kebenarannya sendiri, mengacu pada sebuah slogan klasik, “Semua kekuasaan adalah korup, dan kekuasaan absolut tentu juga korup secara absolut.” Dalam novel grafisnya, V menjelaskan secara teatrikal tentang bagaimana tatanan masyarakat tersebut akan berjalan dan apa fase yang perlu dilalui untuk mencapai pada tahapan pembentukan masyarakat yang bebas tersebut. Fase pertama adalah sebuah ide destruktif yang dibenarkan untuk menghancurkan atau mendekonstruksi tatanan masyarakat yang eksis saat ini, lantas setelah kehancuran total terjadi—-yang tentu hal ini akan direspon oleh sebagian besar masyarakat dengan tindak kerusuhan dan kekacauan sosial—-diharapkan masyarakat akan mulai belajar untuk mengatur diri mereka sendiri.
Dalam novel grafisnya, ada sebuah episode dimana kekacauan merebak di seluruh penjuru negeri dan V berdiam diri merenung di Shadow Gallery, tempat persembunyiannya. Saat ditanya oleh Evey, sang perempuan yang ia didik sebagai penerusnya, tentang apakah situasi seperti itu yang diinginkan oleh V (dimana kekacauan merebak, penjarahan terjadi dimana-mana). V menjawab, Anarki bukanlah seperti demikian. Ini adalah chaos.” Lanjutnya, “Anarki adalah masyarakat “do-what-you-will” (lakukan apa yang ingin kamu lakukan), sementara kekacauan sosial hanyalah masyarakat “take-what-you-want” (ambil yang kamu inginkan).
Hal tersebut, yang tampaknya menjadi pesan utama Alan Moore dalam novel grafisnya, menjadi kabur—apabila tidak dapat dikatakan hilang.
Alasan kedua menurut mereka, Alan Moore, yang juga adalah seorang anarkis, menyadari bahwa transformasi kekuasaan dari kekuasaan di tangan segelintir orang menjadi kekuasaan popular tak akan pernah mudah. Publik yang pasif, yang telah terbiasa untuk diperbudak, tak akan pernah dapat secara spontan menjadi tuan bagi dirinya sendiri. Yang biasa terjadi adalah bahwa mereka mencari tokoh-tokoh ideal yang dapat mereka jadikan acuan. Semacam ikon baru. Dalam hal ini, Alan Moore tahu benar akan hal demikian. Maka V tampil dengan kostum, simbol dan attitude uniknya, yang lantas juga menjadi urban-legend bagi publik. Dalam hal ini, dengan topengnya V dapat menjadi siapa saja. Karena semua orang dapat mengenakan topeng yang sama. Tapi transformasi kekuasaan itu tak akan dapat berlangsung spontan. Butuh waktu untuk menjadi seperti demikian. Dalam novelnya, V digantikan oleh Evey, dan Evey sendiri akhirnya ‘merekrut’ Finsch, seorang detektif utama partai, untuk menjadi penerusnya. Sementara di film, dalam waktu singkat semua orang telah mengadopsi topeng dan kostum milik V. Hal ini menurut mereka adalah suatu hal yang mengada-ada.
Bukan hanya itu, masih banyak hal lainnya yang tidak diangkat oleh film V for Vendetta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar